Kamis, 21 November 2013

3 Kelemahan Android dari Sisi Developer dan Programmer

Menjadi mobile OS nomor satu, tidak lantas membuat Android tidak mempunyai kelemahan sama sekali. Tidak hanya bagi pengguna, namun para developer dan programmer aplikasi Android juga terkena efek dari kelemahan android berikut ini. Mulai dari ongkos pengembangan yang bertambah, hingga resiko terjadinya pembajakan aplikasi buatan mereka.

Di bawah ini adalah hal-hal yang harus diwaspadai ketika ingin membuat aplikasi untuk Android. Dan apabila hal-hal ini tidak diperbaiki, bisa saja membahayakan popularitas Android OS sendiri ke depannya.
  1. Fragmentasi
    Yup, soal ini pasti banyak yang sudah tahu.
    Android OS mempunyai banyak versi, dan ketika muncul versi baru, tidak semua vendor bisa langsung mengupdate perangkat miliknya dengan update versi Android baru tersebut. Karena untuk mengadopsi versi terbaru Android, vendor harus menyesuaikan dulu dengan kemampuan hardware mereka, bagi vendor yang membuat custom User Interface, maka Android versi terbaru tersebut haruslah di-tweak sesuai dengan UI yang telah didefinisikan sebelumnya. Setelah itu, OS custom tersebut akan menjalani tahap testing terlebih dahulu, sebelum akhirnya diluncurkan sebagai update OTA baru ke pengguna. Sedangkan dari sisi developer, kalau aplikasi kalian ingin populer, developer dipaksa untuk mengikuti aturan pada chart berikut ini, dan membuat perkiraan “kira-kira Android versi berapa yang cocok untuk aplikasi yang akan saya buat?”
    Fragmentation Chart | developer.android.comFragmentation Chart | developer.android.com
    Fragmentasi juga membuat developer harus membuat beberapa versi aplikasi ketika mereka ingin aplikasi yang dibuat bisa berjalan baik di mobile ataupun tablet, kalau tidak ingin membuat beberapa versi, maka paling tidak developer harus membuat beberapa desain layout yang kompatibel untuk berbagai versi Android.
    Itulah kenapa, terkadang banyak developer yang membuat aplikasi web yang bisa otomatis menyesuaikan tampilan dengan versi Android dimana aplikasi tersebut dijalankan, contohnya Facebook for Android.
    Jika tidak, maka developer cukup membuat tampilan mobile yang tetapi bisa menyesuaikan dengan tampilan tablet, apabila dijalankan pada tablet. Jadi yang muncul adalah tampilan mobile versi layar besar, contohnya Twitter for Android. 
    Fragmentasi juga membuat development cost menjadi tinggi. Inilah kelemahan Android yang paling utama.
  2. Open Source
    Wuutt, ini juga salah satu kelemahan terbesar dari Android. Mungkin banyak dari kalian yang bertanya-tanya. Bagaimana bisa Open Source menjadi kelemahan? Tentu open source yang bisa diidentikkan dengan gratis bagi kebanyakan orang masih dianggap menjadi hal yang lebih.
    Android Open Source
    Tapi tidak di Android.
    Bisa kita lihat sendiri, betapa banyaknya vendor-vendor yang mengembangkan perangkat Android mereka sendiri, dan dengan kualitas hardware yang berbeda-beda.
    Kita ambil saja kasus iPhone, ketika orang tanya, “Eh iPhone yang paling bagus yang mana sih?” Kita dengan mudah menyebutkan iPhone versi terbaru, karena memang versi terbaru iPhone selalu yang paling bagus.
    Susah untuk menjawab pertanyaan yang sama ketika kita ganti subjeknya menjadi Android. Karena semua vendor berlomba-lomba mengadopsi platform Android tanpa pengawasan kualitas hardware yang ketat.
    Open Source juga membuat semua pengembang bebas untuk mengembangkan ekosistemnya sendiri, yang pada kasus ekstremnya sampai sama sekali tidak melibatkan Google, seperti studi kasus Amazon Kindle Fire.
  3. Tidak ada “Pemimpin”
    Android pada awalnya dibuat dengan melibatkan berbagai pihak yang membentuk sebuah aliansi bernama Open Handset Alliance.
    Open Handset AllianceOpen Handset Alliance
    Dari banyaknya masalah di atas, sepertinya Google perlu bertindak sebagai pemimpin dan menunjukkan bagaimana ekosistem Android yang sesungguhnya dan menunjukkannya kepada para pengadopsi Android. Walaupun Google pun tidak  bisa memaksa vendor untuk mengikuti aturannya, karena Android adalah Open Source, paling tidak Google bisa membatasinya lewat Google Play, untuk menyaring developer yang membuat aplikasi secara asal-asalan. Google juga bisa menyarankan best practices bagi para vendor yang ingin mengadopsi Android, selain mengatur, hal itu kadang juga menginspirasi para pembuat hardware dan carrier untuk membuat handset Android yang lebih baik.
    Google sendiri sudah membeli Motorola, namun belum diketahui apakan Google juga berniat untuk terjun di bisnis hardware, dan membuat standard Androidnya sendiri, seperti Apple.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar